TUGAS 1 - MENGANALISIS PROVINSI BANTEN

MENGANALISIS DATA PROVINSI BANTEN DARI TAHUN 2000-2010
DAN MELEDAK DI TAHUN 2018 JUMLAH PENDUDUK NYA 

Pada tahun 2000, jumlah penduduk tersebut berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 (SP2000) telah bertambah menjadi sebanyak 8.096.809 jiwa, kemudian tahun 2002 mencapai 8.529.799 jiwa, tahun 2003 sekitar 8.956.229 jiwa, dan tahun 2004 meningkat kembali menjadi 9.083.114 jiwa. Berdasarkan sebarannya jumlah penduduk tertinggi adalah di Kabupaten Tangerang yaitu 3.194.282 jiwa (35,17%) dan Kabupaten Serang dengan jumlah 1.834.514 jiwa (20,20%). Laju pertumbuhan penduduk rata-rata selama kurun waktu 2003-2004 mencapai 1,42%, dimana laju tertinggi khususnya terjadi di Kabupaten Serang (3,24%), Kota Tangerang (1,77%), Kabupaten Pandeglang (1,75%); dan Kota Cilegon (1,70%).
Gambar 1
Perkembangan Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
di Provinsi Banten 2002-2006
Gambar 1
Sumber : Diolah dari Data BPS Provinsi Banten, 2006
II. Tingkat Pengangguran Di Provinsi Banten
Angka Penggangguran di Provinsi Banten sangat fluktuatif yang tercatat pada tabel 1 mencapai 726.577 Jiwa pada tahun 2010 yang mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu 652.362 Jiwa dari jumlah penduduk Banten yang mencapai 10.632.166 Jiwa. Dari data yang ada, kita bisa melihat angka tingkat pengangguran tertinggi di Banten terjadi pada tahun 2006, dimana Kabupaten Tangerang menyumbang angka pengangguran tertinggi yaitu 311.748 Jiwa
Dari tahun ke tahun, Kabupaten Tangerang selalu memiliki angka pengangguran tertinggi dibandigkan Kota atau Kabupaten lainnya di Banten. Penurunan Angka Pengangguran tertinggi terjadi pada tahun 2007 di daerah Kabupaten Pandeglang. Angka pengangguran terendah dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 dimiliki oleh Kabupaten Lebak pada angka 9.423 Jiwa.
Angka pengangguran bisa disebabkan oleh output atau jumlah barang yang tersedia melebihi jumlah konsumsi masyarakat. Sehingga para pelaku produsen menurunkan angka produksi sehingga mencapai batas maksimal konsumsi masyarakat yang akhirnya para produsen akan menurukan pengugunaan faktor-faktor produksi, salah satunya tenaga kerja.
Gambar 2
III. PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI BANTEN, 2002-2010
Jumlah dan persentase penduduk miskin Propinsi Banten pada periode 2002-2010 seperti tercantum pada Tabel.2 memperlihatkan besaran yang berfluktuasi. Sampai dengan tahun 2006, kemiskinan di Banten tiap tahunnya menunjukan trend yang bergerak naik .
Tabel 2
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Banten
Menurut Daerah, 2002-2010
tabel 2
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin di Banten mencapai puncaknya yaitu tercatat sebesar 904.300 penduduk miskin (9,79 persen) berada di bawah garis kemiskinan. Banyaknya penduduk miskin pada tahun 2006 lebih disebabkan karena pada periode penghitungan tersebut (Juli 2005-Maret 2006), pemerintah kembali menaikan harga BBM (tahap 2) pada bulan Oktober 2005, yang menjadi pemicu inflasi pada bulan tersebut sebesar 6,88 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin. Sehingga pada tahun 2006 tercatat sebesar 904.300 penduduk miskin (9,79 persen) berada di bawah garis kemiskinan.
Program-program anti kemiskinan yang digulirkan oleh pemerintah seperti BLT, PNPM Mandiri, P2KP dan lain sebagainya, membuat jumlah penduduk miskin terkoreksi dan terus mengalami penurunan pada tahun 2007 sampai dengan 2010. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 886.200 orang (9,07 persen), pada tahun 2008 menurun menjadi 816.742 orang (8,15 persen), kemudian pada tahun 2009 mengalami penurunan kembali menjadi sebesar 788.067 orang (7,64 persen), hingga pada tahun 2010 ini jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 758.163 orang atau sekitar 7,16 persen penduduk berada dibawah garis kemiskinan.
gambar 3
pada tahun 2018 jumlah penduduk meledak 
JUMLAH PENDUDUK TAHUN 2018 MELEDAK PESAT DARI PADA TAHUN 2000-2010.

 Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) masih yang tertinggi di Banten. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Banten, pada 2016 LPP di Tangsel mencapai 3,28 persen. Kota dengan luas 147,19 kilometer persegi dihuni oleh 1.593.812 dengan kepadatan penduduk 10.828,26 setiap kilometer persegi.
Sejak berdiri, penduduk Tangsel terus bertambah seiring dengan pesatnya perkembangan kota, terutama industri properti. Pada 2012, jumlah penduduk Tangsel sebanyak 1.394.405 jiwa. Kemudian, bertambah menjadi 1.492.999 jiwa di 2013. Sebanyak 1.543.209 jiwa pada 2014. Kemudian, di 2015, jumlah penduduk mencapai 1.593.812 jiwa. Terus bertambahnya jumlah penduduk Tangsel tersebut tentunya menjadi pekerjaan rumah (PR) Wali Kota Tangsel, Airin Rachmi Diany untuk membuat skema kebijakan mengendalikannya.
Kepala Sub Direktorat Mekanisme Operasional Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Ade Anwar mengatakan, lonjakan penduduk di Kota Tangsel bukan karena tingkat kelahiran. Lonjakan tersebut dikarenakan letak geografis Tangsel yang strategis yang berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta. Dengan begitu, Kota Tangsel menjadi tujuan migrasi penduduk di Indonesia. “Kalau dari segi kelahiran rate atau angka kelahiran kasar, Tangsel sejajar dengan kabupaten atau kota di Provinsi Banten,” katanya, Ahad (31/12/2017).
Namun, lanjut dia, tingginya laju pertumbuhan penduduk tersebut tetap saja menjadi masalah cukup serius bagi Pemkot Tangsel.  Ia berharap, perangkat organisasi daerah lintas sektor di Kota Tangsel saling bersinergi dalam mengatasi persoalan yang muncul, karena masalah kependudukan untuk keberhasilan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) yang digaungkan pihak BKKBN. “Kampung KB itu tujuan utamanya meningkatkan keluarga menjadi lebih berkualitas,” tuturnya.
Ada aspek lainnya terkait pemenuhan delapan fungsi keluarga, di antaranya fungsi agama, sosial dan budaya, cinta dan kasih sayang, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta fungsi lingkungan.  Kedelapan fungsi keluarga tersebut tidak mungkin dapat dikerjakan hanya oleh BKKBN, melainkan perlu dukungan program lintas sektor sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) sektor terkait.
Ia mencontohkan untuk fungsi agama sektor terkait, adalah Kantor Kementerian Agama di Tangsel. Begitu juga untuk fungsi sosialisasi dan pendidikan sangat erat kaitannya dengan Dinas Pendidikan.
Kampung KB yang dicanangkan Presiden Joko Widodo 2016 yang lalu rencananya akan diperluas cakupan wilayahnya yang awalnya hanya setingkat dusun di satu desa atau kelurahan pada satu kecamatan. Pada periode berikutnya akan dinaikkan levelnya setingkat kelurahan atau desa.
“Dalam waktu dekat kami akan luncurkan Instruksi Presiden tentang Operasionalisasi Kampung KB,” ujarnya. Selain itu, ucap dia, di 2018, pemerintah pusat akan menggelontorkan biaya operasional untuk tiap-tiap Kampung KB yang telah dicanangkan di tiap-tiap kecamatan. Di mana saat ini terdapat satu Kampung KB untuk tiap kecamatan di Indonesia. Besarnya biaya operasionalnya tersebut terbagi dalam tiga kriteria, yakni Rp 80 juta untuk Kampung KB di wilayah perkotaan, Rp 90 juta untuk Kampung KB yang berlokasi di daerah tertinggal perbatasan dan kumuh (DTPK), dan Rp 100 juta untuk Kampung KB yang berada di daerah DTPK. (DA)***

Komentar